Ella Andhany, M.Pd
Dosen Prodi Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
1. Apa yang Dimaksud dengan Budaya?
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “buddhayah” yang artinya adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan akan dan budi manusia. Budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, rasa, nilai, moral, norma, dan keyakinan manusia serta tindakan yang dihasilkan masyarakat yang djadikan sebagai miliknya melalui belajar (Abdussakir, 2017). Wujud kebudayaan menurut JJ. Honingmann (Koentjaraningrat, 1993) ada 3 yakni gagasan, perilaku, dan artefak. Gagasan bersifat abstrak, sedangkan perilaku dan artefak berwujud konkret. Kebudayaan yakni suatu sistem ide atau gagasan yang dimiliki suatu masyarakat lewat proses belajar dan dijadikan acuan tingkah laku dalam kehidupan sosial bagi masyarakat tersebut (Koentjaraningrat, 1996).
2. Pembelajaran Berbasis Budaya
Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran (Fahrurrozi, 2015). Pembelajaran berbasis budaya terdiri dari tiga jenis yakni belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya (Golberg, 2000). Belajar tentang budaya mengacu pada upaya mempelajari, memahami, dan mendapatkan pengetahuan tentang budaya itu sendiri. Fokusnya adalah untuk memperoleh informasi dan wawasan tentang aspek-aspek budaya misalnya tradisi, sejarah, bahasa, makanan, agama, dan nilai-nilai. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai budaya di dunia tanpa harus secara aktif mengalami budaya tersebut. Belajar dengan budaya melibatkan penggunaan elemen-elemen budaya sebagai alat atau sarana untuk mengajar atau memahami konsep-konsep lain di luar budaya. Budaya digunakan sebagai sumber daya dalam pembelajaran untuk membuat materi pelajaran lebih relevan, menarik, dan mudah dipahami. Belajar melalui budaya menekankan pembelajaran yang lebih dalam tentang budaya sebagai tujuan utama, bukan hanya sebagai alat atau latar belakang. Siswa belajar secara langsung dari budaya tersebut, mendalaminya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai, norma, seni, bahasa, dan praktik budaya. Tujuan utamanya adalah pengembangan pemahaman budaya, toleransi lintas budaya, dan penerimaan terhadap perbedaan budaya.
3. Matematika dan Budaya
D’Ambrosio memperkenalkan istilah etnomatematika sebagai pembelajaran matematika yang melibatkan aspek budaya. Kajian etnomatematika dalam pembelajaran matematika mencakup segala bidang: arsitektur, tenun, jahit, pertanian, tarian tradisional, kain batik, hubungan kekerabatan, ornamen, dan spiritual dan praktik keagamaan sering selaras dengan pola yang terjadi di alam atau memerintahkan sistem ide-ide abstrak (Mukeriyanto, 2019).
4. Integrasi Budaya dalam Pembelajaran Matematika
Integrasi budaya dalam pembelajaran matematika memiliki banyak manfaat. Pertama, ini meningkatkan keterlibatan siswa karena materi pelajaran memiliki relevansi langsung dengan kehidupan mereka (Ajmain, et.al, 2020). Kedua, ini memungkinkan siswa untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang hidup dan berkembang, bukan hanya sebagai kumpulan rumus dan angka (Danoebroto, 2020). Ketiga, pendekatan ini mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep matematika dengan melibatkan siswa dalam konteks budaya yang lebih luas (Sarwoedi, et.al, 2018; Soebagyo, et.al, 2021). Keempat, pemahaman bahwa matematika itu bermakna dan ada dalam berbagai aktivitas manusia (Manduapessy, 2022).
Berbagai penelitian yang mengeksplorasi budaya dalam bentuk makanan atau makanan tradisional diantaranya menemukan bahwa terdapat konsep geometri volume bangun ruang pada kue lapis legit (Octaviani, et.al, 2023). Pembuatan kue lapis legit melibatkan beberapa konsep dan prosedur matematika yaitu bagaimana memotong kue tersebut dengan mempertimbangkan aspek geometrisnya agar mendapat banyak potongan yang sesuai untuk mendapatkan laba ketika dijual, bahan-bahan yang diperlukan dengan mempertimbangkan perbandingan ukuran beratnya. Selanjutnya ada penelitian mengenai makanan tradisional bugis (Pathuddin, 2019) yang menemukan bahwa makanan seperti tumpi-tumpi, jompo-jompo, burasa, onde-onde, doko-doko, paspo dan putu copa menangandung konsep geometri yakni bangun datar dan bangun ruang. Pernah pula dilakukan penelitian yang mengkaji lumpia Semarang dalam pembelajaran matematika yang juga menemukan adanya konsep geometri pada bentuk lumpia dan bentuk potongan sayur-sayur isi dari lumpia, serta konsep himpunan pada bahan-bahan untuk pembuatan lumpia (Anjarwati, 2022).
Pengkajian atas bentuk budaya lainnya yakni pada permainan tradisional yang ada pada masyarakat. Diantaranya yaitu kajian terhadap permainan tradisonal engklek dan gasing (Febriyanti, 2018) yang mengandung konsep geometri datar dan geometri ruang. Dalam permainan tebak-tebak buah manggis terdapat konsep himpunan serta operasi penjumlahannya dan perkalian (Hariastuti, 2017). Permainan lopat tali juga mengandung konsep membilang bilangan asli, bentuk lingkaran, peluang kejadian pengukuran panjang dan jarak dengan satuan tidak baku, sudut, garis lurus, ruas garis, sinar garis, dan garis lengkung (Fadila, 2021).
Wujud budaya dalam bentuk artefak yang lainnya yakni adanya alat musik. Pada alat musik banyak terdapat konsep etnomatematika, diantaranya alat musik angklung, alat musik gamelan tembung dolanan, serta alat musik pantun bambu Cilegon. Alat musik angklung mempunyai bentuk tabung memuat aspek geometris berupa bentuk, panjang, dan diameter angklung (Badruzzaman, et.al, 2022), Alat musik gamelan tembung dolanan dimainkan dengan menggunakan ketukan irama gending lancaran. Dalam ketukan irama gending lancaran ini termuat pola barisan aritmatika (Falah, et,al., 2022). Alat musik pantun bambu Cilegon memuat konsep matematika pada Pantun Bambu yaitu geometri bangun datar, geometri bangun ruang, dan barisan aritmatika (Pasaribu, 2022).
Dalam budaya, banyak sekali cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun. Beberapa penelitian telah dilakukakan dalam mengeksplorasi etnomatematika yang terkandung dalam berbagai cerita rakyat. Cerita Malin Kundang misalnya, dapat dijadikan konteks dalam pembelajaran matematika materi pengenalan konsep bangun datar (Indra Putri, 2012).
5. Bagaimana Mengintegrasikan Budaya dalam Pembelajaran Matematika?
1) Menjadikan budaya sebagai konteks
Jadikan unsur budaya sebagai konteks untuk menghadirkan masalah (soal). Konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian (KBBI online, diakses pada 07/08/2023). Berbagai unsur budaya yang dikemukakan sebelumnya dapat dijadikan konteks (situasi) dalam menyusun soal atau masalah matematis yang diberikan ke siswa. Sisipkan contoh matematika dalam kehidupan sehari-hari yang relevan dengan budaya dan tradisi siswa. Misalnya, mengajarkan konsep perbandingan melalui pembagian resep tradisional, menghitung waktu dalam berbagai tradisi lokal, atau menggunakan contoh-contoh geometri dari arsitektur tradisional.
Berikut ini contoh soal atau masalah yang dapat diberikan pada siswa:
Onde-onde Pernahkah kamu memakan kue ini? Kue ini dikenal dengan nama onde-onde, merupakan salah satu makanan tradisional masyarakat Bugis-Makassar yang wajib ada pada ritual syukuran. Masyarakat Bugis mengenalnya juga dengan nama umba-umba. Ibu ingin mengadakan syukuran keluarga, dan akan menyediakan kue onde-onde ini sebagai salah satu hidangannya. Ibu membuat adonan onde-onde dengan jumlah tepung ketan sebanyak 500 gram. Setiap onde-onde membutuhkan 15 gr tepung ketan. Berapa banyak onde-onde yang dapat dia buat dari adonan tersebut?
|
Angklung Alat musik ini disebut angklung, merupakan alat musik tradisional dari Jawa Barat dan terbuat dari bambu. Dimainkan dengan cara digoyang-goyangkan. Sebuah grup angklung terdiri dari 4 orang pemain angklung. Setiap pemain memiliki 5 buah angklung dengan nada yang berbeda-beda. Jika setiap angklung digoyangkan secara berurutan, mulai dari angklung dengan nada terendah hingga angklung dengan nada tertinggi, berapa kali total angklung dipukul dalam satu putaran permainan? |
MALIN KUNDANG
Cerita Malin Kundang adalah salah satu cerita rakyat Indonesia yang sangat terkenal. Cerita ini berasal dari Sumatera Barat, khususnya dari daerah Pantai Batu Malin Kundang di kabupaten Pariaman. Berikut kisahnya: Cerita ini bermula dari seorang anak muda bernama Malin Kundang yang tinggal di desa pesisir. Dia hidup miskin bersama ibunya setelah ayahnya meninggal dunia. Malin Kundang bercita-cita menjadi seorang pelaut agar bisa mengubah hidupnya yang sulit. Suatu hari, Malin Kundang memutuskan untuk pergi merantau dan menjadi pedagang. Setelah bertahun-tahun merantau dan berdagang, Malin Kundang berhasil meraih kekayaan dan kemasyhuran. Dia memiliki kapal besar dan kaya raya. Namun, ketika kapalnya singgah di desa asalnya, Malin Kundang enggan mengakui ibunya karena malu dengan latar belakang miskinnya. Ibu Malin Kundang yang merasa sedih dan terluka oleh perlakuan anaknya, berdoa kepada Tuhan untuk mengutuk Malin Kundang. Tiba-tiba, badai besar datang dan menghancurkan kapal Malin Kundang. Malin Kundang yang terlempar ke pantai dalam keadaan sekarat, berubah menjadi batu besar yang disebut sebagai Batu Malin Kundang. Cerita ini mengandung pesan moral tentang penghormatan terhadap orang tua, rasa malu atas asal-usul, dan karma. Malin Kundang dipandang sebagai sosok yang tidak menghormati ibunya dan akhirnya dihukum karena perbuatannya. Cerita ini telah menjadi bagian penting dalam warisan budaya Indonesia dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada generasi muda. Tugas: Selesaiakan soal berikut ini: 1. Jika Malin Kundang pergi merantau pada tahun 1820-an dan kembali pada tahun 1860-an, berapa rentang waktu yang terjadi? 2. Jika Malin Kundang menambahkan Rp. 5.000 pada tabungannya setiap bulan selama merantau, berapa total tabungannya setelah 10 tahun merantau? 3. Dalam cerita, terdapat 3 kemungkinan akhir yang mungkin dialami oleh Malin Kundang: sukses, gagal, atau nasib tragis. Jika semua kemungkinan tersebut memiliki peluang yang sama, berapa peluang bahwa Malin Kundang mengalami nasib tragis? 4. Dalam perjalanan merantau, Malin Kundang berhenti di tiga pulau yang membentuk segitiga. Pulau pertama berjarak 40 km dari pulau kedua, dan pulau kedua berjarak 60 km dari pulau ketiga. Berapa panjang garis lurus yang menghubungkan ketiga pulau tersebut? |
2) Memberi penugasan untuk mengeksplorasi pola-pola matematika dalam budaya
Ajak siswa untuk mempelajari dan mengidentifikasi pola-pola matematika yang ada dalam budaya mereka. Ini bisa mencakup pola ukiran, motif tekstil, atau tarian tradisional. Siswa dapat belajar tentang simetri, fraktal, atau pola lainnya melalui penelusuran elemen-elemen budaya.
Konsep ini memperkaya pengalaman belajar siswa dengan mengaitkan matematika dengan konteks kehidupan sehari-hari dan budaya mereka sendiri. Salah satu aspek penting dari etnomatematika adalah menjelajahi pola-pola budaya yang terdapat dalam berbagai tradisi masyarakat. Melalui penelusuran elemen-elemen budaya ini, siswa dapat belajar tentang konsep matematika seperti simetri, fraktal, dan pola lainnya.
Pola-pola matematika dapat ditemukan di berbagai aspek budaya, termasuk seni, tekstil, arsitektur, dan tarian. Misalnya, di banyak budaya, ukiran pada bangunan atau objek seni memiliki pola-pola yang simetris dan teratur. Simetri adalah ketika suatu bentuk atau pola memiliki kesamaan dalam bentuk atau ukuran di kedua sisinya. Contoh sederhana simetri dalam budaya adalah pola ukiran pada pintu-pintu rumah adat atau pada seni patung. Melalui pengamatan pola-pola simetri ini, siswa dapat memahami konsep simetri serta mengaplikasikannya dalam matematika. Motif tekstil tradisional juga sering mengandung repetisi pola yang mencerminkan konsep perulangan dalam matematika. Tarian-tarian tradisional juga sering melibatkan pola gerakan yang terkait dengan ritme musik, mengajarkan siswa tentang pola dalam pergerakan fisik.
Berikut ini contoh bentuk penugasan yang dapat diberikan pada siswa:
Kain Ulos Batak Gambar ini merupakan kain tradisional dari Suku Batak yang dikenal dengan Ulos. Kain ini kerap digunakan pada upacara adat. Selain dipakai untuk pengganti baju maupun sarung, ulos juga dipakai sebagai penutup kepala, hingga selendang Pada motif kain Ulos ini terkandung konsep-konsep matematis, misalnya geometri, atau juga pola. Scecara berkelompok, diskusikan konsep matematika yang dapat kalian temukan pada kain Ulos Batak ini. |
Dengan memberi penugasan kepada siswa untuk melakukan penelusuran elemen budaya yang mengandung pola-pola matematika, mereka tidak hanya memperoleh pemahaman tentang konsep matematika itu sendiri, tetapi juga memperluas wawasan mereka tentang budaya dan warisan nenek moyang. Proses penelusuran ini dapat mendorong pemikiran kritis dan rasa ingin tahu siswa.
3) Memberikan tugas proyek
Memberikan tugas proyek matematika dan budaya adalah cara yang kreatif untuk mengintegrasikan dua bidang penting ini dalam pembelajaran. Proyek semacam ini dapat mendorong siswa untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika dalam konteks budaya, mengembangkan pemahaman mendalam, dan meningkatkan apresiasi terhadap keragaman budaya.
Berikut ini contoh proyek:
Istana Maimun, Masjid Raya Al Ma’tsum, Rumah Tjong A Fie PROYEK: Kunjungilah sebuah tempat cagar budaya di Medan, seperti Istana Maimun, Masjid Raya Al Ma’tsum, atau Rumah Tjong A Fie. Dalam tempat-tempat tersebut, banyak sekali ditemukan konsep-konsep matematika. Petunjuk: 1. Telusuri apa saja konsep matematika yang terkandung dalam cagar budaya itu, lengkapi laporan proyek kalian dengan dokumentasi berupa foto. 2. Diskusikan bagaimana proyek ini membantu kamu menghargai budaya sendiri atau budaya lain, serta bagaimana konsep-konsep matematika dapat diaplikasikan dalam konteks yang lebih luas.
|
6. Urgensi Pembelajaran Matematika Terintergrasi Budaya
Matematika dan budaya memiliki hubungan yang dalam dan saling memengaruhi. Matematika merupakan aktivitas budaya. Melalui integrasi budaya dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep matematika dan bagaimana mereka terkait dengan dunia nyata. Siswa juga dapat memahami kebermaknaan matematika sebagi sebuah ilmu. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya pembelajaran, tetapi juga menghormati dan menghargai keragaman budaya manusia yang kaya. Membuat siswa lebih mengenal budaya dan lebih dekat budaya. Dengan memahami dan menghargai hubungan ini, siswa menjadi pembelajar yang lebih terlibat, kreatif, dan responsif terhadap tantangan global yang semakin kompleks.
Berikut ini pentingnya pembelajaran matematika yang terintegrasi dengan budaya:
- Pemahaman konsep yang universal: matematika adalah bahasa universal yang dapat dipahami oleh semua orang di seluruh dunia tanpa memandang latar belakang budaya atau bahasa. Namun, cara matematika diajarkan dan dipahami dapat bervariasi berdasarkan konteks budaya. Pembelajaran matematika yang diintegrasikan dengan budaya dapat membantu siswa memahami konsep-konsep matematika dengan lebih baik dan relevan.
- Motivasi dan keterlibatan siswa: mengaitkan matematika dengan budaya siswa dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam pembelajaran. Konsep-konsep matematika yang diilustrasikan melalui budaya lokal atau situasi kehidupan sehari-hari siswa dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan bagi mereka.
- Pengembangan keterampilan abad 21: pembelajaran matematika dan budaya juga dapat mendukung perkembangan keterampilan abad ke-21, seperti pemecahan masalah, komunikasi, kerja tim, dan pemikiran kritis. Menggunakan kasus budaya dalam konteks matematika dapat mendorong siswa untuk berpikir lebih dalam dan kreatif.
- Penghormatan terhadap keragaman budaya: integrasi matematika dan budaya membantu siswa menghargai keragaman budaya di dunia. Mereka dapat melihat bagaimana konsep-konsep matematika digunakan dan diaplikasikan dalam budaya berbeda di berbagai belahan dunia.
- Penerapan dalam kehidupan nyata: pembelajaran matematika yang terkait dengan budaya dapat membantu siswa mengidentifikasi penerapan nyata dari konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai bidang seperti seni, arsitektur, musik, dan lainnya.
- Pembelajaran lintas mata pelajaran (koneksi matematis): integrasi matematika dan budaya memungkinkan untuk pembelajaran lintas mata pelajaran. Misalnya, dalam mempelajari aspek geometri atau statistik, siswa dapat menggabungkan elemen budaya dalam pemahaman mereka.
SUMBER RUJUKAN
Abdussakir. Strategi Internalisasi Nilai Budaya dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Procediamath, Volume 1 Nomor 1 2017. Dapat diakses pada https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/semnasmat/article/view/2767/1574.
Ajmain, et,al. 2020. Implementasi Pendekatan Etnomatematika dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Sigma (Suara Intelektual Gaya Matematika), Volume 12 Nomor 1 2020.
Anjarwati, et.al. Eksplorasi Etnomatsains pada Lumpia Semarang serta Implikasi dalam Pembelajaran Matematika dan Sains. Pendipa, juirnal of Science Education, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2022. DOI: https://doi.org/10.24252/mapan.2019v7n2a10.
Badruzzaman, et.al,. Etnomatemtika dalam Angklung dan Karakteristiknya. Jurnal Matematika, Volume 21 Nomor 1 Tahun 2022. Tersedia pada https://journals.unisba.ac.id/index.php/matematika/article/view/1131/761.
Danoebroto, Sri Wulandari. Kaitan antara Etnomatematika dan Matematika Sekolah: Sebuah Kajian Konseptual. DOI: 10.30598/vol12iss1pp1-6ar358 Tersedia pada http://p4tkmatematika.kemdikbud.go.id/journals/index.php/idealmathedu/article/view/171/36.
Fadila, Rifina W. Eksplorasi Etnomatematika pada Permainan Tradisional Lompat Tali. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Volume 9 Nomor 4 Tahun 2021.
Fahrurrozi, Muhammad. 2015. Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Prosiding, disajikan pada Seminar Nasional dan Call for Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen. Malang: Surya Pena Gemilang.
Falah, et.al,. Pola Barisan Aritmatika pada Ketukan Irama Gending Lancaran dalam Kesenian Alat Musik Gamelan Tembung Dolanan. Delta-Pi, Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Volume 11 Nomor 1 Tahun 2022. Tersedia pada http://repository.uin-malang.ac.id/10970/2/10970.pdf.
Febriyanti, et,al. Etnomatematika pada Permainan Tradisional Engklek dan Gasing Khas Kebudayaan Sunda. Barekeng, Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan, Volume 12 Nomor 1 Tahun 2018. DOI: 10.30598/vol12iss1pp1-6ar358.
Golberg, Merryl. 2000. Art and learning: An Integrated Approach to Teaching and Learning in Multicultural and Multilingual Settings. Second Edition. New York: Addison Wesley Longman.
Hariastuti, Rachmaniah M. 2017. Permainan Teak-Tebak Buah Manggis: Sebuah Inovasi Pembelajaran Matematika Berbasis Etnomatematika. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017.
Indra Putri, Ratu Ilma. Pendisainan Hypotetical Learning Trajectory (HLT) Cerita Malin Kundang Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Prosiding, disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA, UNY. Tersedia pada https://eprints.uny.ac.id/10080/1/P%20-%2076.pdf.
Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.
Manduapessy, Indriya W. Eksplorasi Etnomatematika pada Rumah Adat Lengkong. Jurnal Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika, Volume 5 Tahun 2022. Tersedia pada https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/view/54161/21013.
Mukeriyanto, et.al, 2019. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kancing Gemerincing Berbasis Budaya Jawa. Jurnal Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika, Volume 2 Tahun 2019, ISSN 2613-9189.
Octaviani, et.al. Eksplorasi Etnomatematika pada Kue Lapis Legit dengan Konsep Geometri Volume Bangun Ruang Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Review Pendidikan Dasar, Volume 9 Nomor 1 Tahun 2023.
Pathuddin, Hikmawati. Etnomatematika Makanan Tradisional Bugis Sebagai Sumber Belajar Matematika. MaPan, Jurnal Matematika dan Pembelajaran, Volume 7 Nomor 2 Tahun 2019. DOI: https://doi.org/10.24252/mapan.2019v7n2a10.
Pasaribu, Deslianti U. Eksplorasi Etnomatematika pada Alat Musik Pantun Bambu Cilegon. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022. Tersedia pada https://journal.upy.ac.id/index.php/derivat/article/view/4208.
Sarwoedi, et.al. Efektifitas Etnomatematika dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia, Volume 3 Nomor 2 Tahun 2018. Tersedia pada https://ejournal.unib.ac.id/jpmr/article/view/7521/3733.
Soebagyo, et.al. Analisis Peran Etnomatematika dalam Pembelajaran Matematika. Anargya: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Volume Nomor Tahun 2021. Tersedia pada https://jurnal.umk.ac.id/index.php/anargya/article/view/6370/2977.