Edisi 2 | Januari Tahun 2023
Matematika selalu menjadi yang menyeramkan bagi siswa, dari dulu hingga sekarang matematika menjadi peringkat teratas sebagai mata pelajaran yang tidak disenangi, kenapa?. menurut survey dari berbagai penelitian pendidikan, siswa menganggap matematika menjadi sosok yang menyeramkan dan membosankan karena materi-materinya hanya berisi angka-angka dan bersifat abstrak sehingga tidak penting untuk dipahami, apalagi guru atau pengajar matematika dianggap “Killer” oleh siswa. suasana belajar juga mencekam dan murid memilih untuk banyak berdiam diri karena takut ditanyai atau disuru untuk maju kedepan kelas.
Namun apakah cara pandang siswa terhadap matematika yang menjadi image yang membosankan dan menyeramkan dapat berubah?. Hal ini menjadi tugas kita bersama baik pendidik, praktisi, peneliti sampai Mahasiswa pada jurusan pendidikan Matematika yang dipersiapkan untuk membelajarkan matematika kepada siswa. Sebelum kita dapat mengubah dan memperbaiki cara pandang siswa tersebut, kita harus tahu apa penyebab dari munculnya pemikiran yang menyeramkan pada pelajaran matematika dan mengapa kebanyakan siswa tidak menyukai mata pelajaran tersebut. Apakah dari penggunaan metode pembelajaran yang dilakukan kurang tepat atau cara penyampaian materi yang terkesan monoton dan membosankan?.
Perlu diketahui sebagai calon guru, bukan hanya tentang penguasaan materi yang harus diutamakan, tetapi guru juga harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat saat proses penyampaian materi kepada siswa. Berbeda dengan pelajaran sejarah, pelajaran matematika tidak cukup hanya dengan dibaca saja, tetapi juga membutuhkan praktik dalam pengerjaannya. Pilihkan metode pembelajaran yang dapat memancing siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung guna menghindari keadaan sunyi selama pembelajaran berlangsung, berbagai model pembelajaran yang ada memungkinkan guru untuk menyampaikan materi matematika secara menarik dan menyenangkan. Dalam kondisi peserta didik yang fun atau bisa dengan tema “belajar matematika dengan menyenangkan” maka perserta didik dapat mengikuti dengan fun juga, maka mereka tidak merasa kejenuhan dalam belajar matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang ada adalah RME (Realistic Mathematics Education).
RME adalah pendekatan pembelajaran yang bertolak dari hal-hal yang ‘real’ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) sebagai kebalikan dari (teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan ‘reasoning-nya’, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Secara umum, teori RME terdiri dari lima karakteristik yaitu: (1) penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika; (2) penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus; (3) mengaitkan sesama topik dalam matematika; (4) penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika dan (5) menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa. Namun demikian, hendaknya guru juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai dalam pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi, serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut maka guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses pembelajaran serta media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam kelas. Dengan suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh lagi dalam belajar matematika, namun sebaliknya, diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan. Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal dengan menggunakan kelima karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia 8 atau 9 tahun
RME berbicara tentang bagaimana siswa memahami matematika dan bagaimana membangun pemahaman matematika lebih mendalam dan tidak mudah untuk dilupakan (Pembelajaran bermakna) dengan cara menyajikan real-world problem yang dapat dibayangkan serta masuk akal bagi siswa.
Guru matematika akan menyadari bahwa masalah ini dapat diselesaikan dengan persamaan linier. Banyak dari kita yang terlatih dalam metode aljabar akan berusaha untuk memahami masalah dengan cara lain. Tetapi siswa yang baru mengenal aljabar dapat dengan cepat menyelesaikan masalah ini tanpa menggunakan rumus atau notasi aljabar. Cobalah sendiri (mulai dengan menjawab pertanyaan yang anda lihat, bukan pertanyaan yang mungkin anda harap menggunakan rumus-rumus atau notasi matematika). Dengan membantu siswa memahami strategi intuitif mereka seperti menghubungkan topi dan payung secara visual, atau membayangkan menukar topi dengan payung. Kelas dengan suasana belajar RME mempraktikkan penemuan terbimbing. Melalui proses ini, siswa terlatih berfikir secara logis dan mendapatkan model matematika atau pengetahuan matematika mereka sendiri dan pemahaman yang mendalam tentang dari mana matematika berasal. RME adalah tentang konteks, bukan aplikasi. Kurikulum RME dibangun untuk konteks yang memiliki potensi untuk melatih pemodelan matematika yang kuat namun fleksibel. Konteks dapat diambil dari dunia nyata, dari fiksi, atau dari bidang matematika yang sudah akrab dengan siswa. Yang penting siswa mampu berimajinasi dan terlibat dengan skenario-skenario yang dirancang oleh guru. Umumnya di kelas matematika, siswa pertama kali diperlihatkan rumus-rumus dan contoh penyelesaian soal lalu kemudian diminta untuk menerapkan rumus tersebut dalam berbagai latihan-latihan lain. Gambar di buku-buku teks tidak banyak membantu memajukan pemikiran siswa. Sebagai contoh penyajian masalah yang ada pada buku teks siswa tentang seteko jus jeruk squash dan air.Contoh permasalahanArief membuat minuman jeruk. Dia menggunakan 4 bagian air hingga 1 bagian jus jeruk squash dalam sebuah teko.a) Tuliskan rasio perbandingan Jus Jeruk squash dengan air dalam teko!b) Jika arief menggunakan 200ml squash. Berapa banyak ml air yang dia gunakan dalam teko!c) Apa perbandingan air dan jus jeruk tersebut dapat mengencerkan jus jeruk squash dalam sebuah teko!d) Jika berisi 1500ml air, berapa banyak squash yang digunakan Arief agar tetap minuman encer dan manis !Contoh teko dan botol jus jeruk squash tersebut mungkin tidak dapat membantu siswa memahami rasio perbandingan. Berbeda dengan masalah di atas, pertanyaan RME tentang rasio dan perbandingan berikut dimulai dengan melibatkan siswa secara langsung dengan konteks mencampur jus jeruk squash dan air. Mereka kemudian mendorong siswa dalam membangun representasi konteks mereka sendiri, dari mana mereka dapat membangun ide -ide visual tentang rasio, sambil tetap dekat dengan konteks pencampuran minuman.
RME adalah tentang bagaimana formalisasi, bukan formula. RME menunjukkan bahwa ketika siswa tetap terhubung dengan konteks pada suatu masalah tertentu, mereka dapat memahami apa yang mereka lakukan, tanpa menghafal aturan dan prosedur baku yang tidak memiliki makna bagi mereka. Bahkan ketika siswa beralih ke matematika yang lebih abstrak berkaitan dengan rasio, gradien, atau keliling, mereka mampu kembali ke masalah konteks yang membantu mereka membuka dan menjelaskan rumus. Salah satu cara memvisualisasikan pengalaman belajar RME adalah melalui fenomena gunung es. Terlihat bahwa matematika formal terlihat di atas air, namun dasar dan pemaknaan matematika terletak dibawah air.
RME adalah sebuah proses, sebuah etos, dan sebuah etika. Menerapkan pendekatan RME membantu guru mengembangkan budaya kelas baru yang menampilkan matematika aktif. Tapi, revolusi dalam berpikir ini tidak terjadi dalam semalam. Sering kali baik murid maupun instruktur harus bekerja keras untuk mengembangkan kelas berbasis diskusi yang dapat mengevaluasi dengan cermat konteks dan strategi baru. Konsep utama dari kelas RME meliputi: diskusi panjang tentang berbagai konteks pengembangan representasi konteks siswa yang berfokus pada beberapa strategi untuk memecahkan masalah, menjelaskan dan mendiskusikan strategi untuk mencapai tujuan ini membutuhkan banyak latihan dan motivasi. Setiap orang harus memperdalam keterampilan mendengarkan dan bertanya. Dan guru harus belajar memfasilitasi “waktu berpikir” dan diskusi antar siswa. Dalam jangka panjang, kelas RME memfasilitasi komitmen seluruh kelas untuk belajar dari satu sama lain. Cara belajar ini memberi ruang lebih banyak bagi siswa untuk menyumbangkan ide dan terlibat dengan percaya diri dalam debat matematis yang demokratis. Pandangan siswa akan matematika akan bengubah selaras dengan karya kreatif mereka, RME menghadapkan siswa pada aspek eksperimental dan eksplorasi pemecahan masalah matematika.